Rabu, 08 Juni 2011

PROFIL NAHDLATUL WATHAN JAKARTA

1. Latar belakang keberadaan
 Berawal dari ketertarikan para santri Ma’had Darul Qur’an Wal Hadits Majidiyah al-Syafi’iyah Nahdlatul Wathan Pancor Lombok Timur Nusa Tenggara Barat tentang pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi. Para santri tersebut kemudian bermusyawarah dengan orang tua dan keluarga mereka mengenai restu, biaya dan persiapan-persiapan lainnya. Tampa mempertimbangkan segala resiko yang akan dialami, mereka berusaha mengumpulkan dana dari berbagai sumber. Ada yang menjual tanah milik keluarga, menjual tanah warisan, menggadaikan kebun dan sawah, serta masih banyak lagi usaha-usaha yang mereka lakukan untuk mengumpulkan dana.

SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN NAHDLATUL WATHAN JAKARTA

A. Niat Ke Tanah Suci Terdampar Di Tanah Betawi
Memilukan sekaligus memalukan
Siapa nyana, siapa nyangka Nahdlatul Wathan Jakarta lahir dari duka nestapa para pendirinya.
Akhir tahun 1979 Ma’had Darul Qur’an dan Hadits Majidiyah Assyafi’iyah Nahdlatul Wathan Pancor Lombok Timur Nusa Tenggara Barat, para mahasiswa yang sedang menekuni dan mendalami ilmu-ilmu agama, tiba-tiba mengalihkan perhatian ke sebuah pengumuman tentang pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi. Mereka yang tertarik langsung pulang ke kampung halaman masing-masing untuk bermusyawarah dengan keluarganya mengenai restu, biaya, dan persiapan-persiapan lainnya.

KEPRIBADIAN DAN WATAK PEJUANG NAHDLATUL WATHAN JAKARTA

KEPRIBADIAN PEJUANG NAHDLATUL WATHAN

1. BERIMAN DAN BERTAKWA KEPADA ALLAH SWT
2. IKHLAS TIDAK KARENA DIDORONG OLEH KEINGINAN MEMPEROLEH KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN TERTENTU, TIDAK TERLALU PERHITUNGAN, SEMATA-MATA KARENA TUGAS DAN UNTUK IBADAH
3. SABAR DAN ISTIQOMAH DALAM MENGHADAPI TANTANGAN
4. SETIA DAN TAAT KEPADA PANCASILA DAN UUD 1945
5. MENJUNJNG TINGGI HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA

THARIQAH HIZB NAHDLATUL WATHAN

A. Arti Thariqah dan Tujuan Pengamalannya
Secara etimologi tharqah berarti jalan menuju hakikat. Dengan kata lain mengamalan syari’at. Sehingga secara terminologi, Muhammad Anin al-Kurdi mengajukan tiga definisi, Yakni:
1. Megamalkan syari’at, melaksanakan seluruh ibadah dengan tekun dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah (menggampangkan) ibadah yang sesungguhnya tidak boleh di permudah.
2. Menjauhi larangan dan melaksanakan perintah Allah sesuai dengan kesanggupannya, baik perintah dan larangan tersebut bersifat jelas maupun tidak (batin).
3. Meninggalkan segala yang haram dan makruh, memperhatikan hal-hal yang mubah (yang mengandung fadhilah), menunaikan segala yang diwajibkan dan disunnatkan sesuai dengan kesanggupannya dibawah bimbingan seseorang mursyid dari sufi yang mencita-citakan suatu tujuan.