Jumat, 24 Februari 2012

PONPES NW JAKARTA SUKSES MENUYUSUN KURIKULUM KE-NW-AN

Muhammad Noor, MA
(Ketua Tim Penyusun Kurikulum Ke-NW-an,
Hakim Pengadilan Agama Painan, Sumatera Barat)

            Keberhasilan Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Jakarta mengkontribusikan buku Visi Kebangsaan Religius ke hadapan warga Nahdliyyin telah bermetamorfosa dengan mempersembahkan kembali Kurikulum Ke-NW-an dan beberapa bentuk karya tulis lainnya yang telah lama diidam-idamkan oleh warga Nahdliyyin (NW).
Sebagai salah satu hal yang telah mendorong penulis dan Tim dalam menyusun Kurikulum Ke-NW-an adalah ketika penulis menemukan salah satu bab dari buku Visi Kebangsaan Religius yang diketik ulang oleh seseorang dan diperbanyak untuk kepentingan belajar mengajar Ke-NW-an di sebuah madrasah. Meski terkesan sebuah pelanggaran hak cipta, tapi langkah itu tidak dipersoalkan oleh tim penulis selaku pemegang hak cipta atas alasan keinginan menjadikannya sebagai buku ajar. Di samping itu memang belum ada niatan dari pihak manapun untuk menerbitkannya kembali dalam rangka mempermudah akses masyarakat terhadap buku tersebut.
            Dalam perkembangannya, ide untuk menyusun Kurikulum Ke-NW-an inipun semakin mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh NW dengan bertemunya mereka untuk kembali membahas masalah-masalah Nahdlatul Wathan dengan perspektif yang berbeda yang berlangsung di Hotel Kartika Chandra Jakarta yang dihadiri oleh Drs. H. Lalu Sudarmadi, Tuan Guru H. Zainul Majdi, Drs. H. Masri Muadz, Drs. H. M. Suhaidi, Mohammad Noor, dan Muslihan Habib. Dan dalam forum inilah Penulis dan Saudara Muslihan Habib menyampaikan keinginan untuk menyusun Kurikulum Ke-NW-an yang kemudian ditanggapi positif oleh tokoh-tokoh tersebut.
            Masing-masing tokoh dalam pertemuan tersebut memberikan masukan-masukan yang sangat berarti dalam meletakkan dasar-dasar pemikiran mengenai mata pelajaran Ke-NW-an. Dan yang banyak dikemukakan oleh para tokoh ini antara lain bagaimana memahami kedudukan mata pelajaran Ke-NW-an dalam kerangka pengembangan organisasi Nahdlatul Wathan, integrasi mata pelajaran Ke-NW-an dengan pemikiran-pemikiran perubahan (Change management), seperti mengintegrasikannya dengan konsep The Fifth Discipline yang dikemukakan oleh Peter F. Senge, menentukan arah pengembangan mata pelajaran dan berbagai persoalan strategis lainnya.

             Dan   saat ini, keinginan agar Nahdlatul Wathan memiliki sebuah kurikulum sebagai pedoman pengembangan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran Ke-NW-an terjawablah sudah. Hal ini, setelah melalui proses yang cukup panjang, sampai akhir tahun 2009 yang lalu.  Kurikulum Ke-NW-an ini, disusun oleh empat orang tim  penulis dari alumnus Nahdlatul Wathan sendiri, yaitu Mohammad Noor, Muslihan Habib, Miftahuddin dan Ahmad Muzayyin. Dan dengan proses penggalian dan pengembangan yang panjang dan berliku, keberadaan Kurikulum tersebut setidaknya telah menorehkan sejarah baru dalam perkembangan Nadlatul Wathan.
            Apa yang dipahami sebagai kurikulum dalam konteks ini adalah dokumen yang berisi sistematika kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dari pelajaran Ke-NW-an secara umum dan khusus yang dirinci dalam satuan tingkatan belajar dan diletakkan dalam kerangka sistem kurikulum nasional yang berlaku saat ini.
            Meskipun berupa sistematika kompetensi-kompetensi, tidaklah berarti penyusunan kurikulum tersebut menjadi sesuatu yang mudah. Prosesnya bukan sekedar melakukan sistematisasi terhadap bahan-bahan yang sudah tersedia, melainkan juga—dan ini yang paling sulit—mengkonstruksi pemikiran-pemikiran tentang Ke-NW-an. Dan salah satu konsekwensinya, boleh jadi kita akan banyak berbeda pendapat dengan konstruksi yang dibangun oleh Tim Penyusun. Dan dinamika seperti itu adalah sah-sah saja, bahkan menjadi bahan diskusi yang menarik untuk mempertajam konstruksi berfikir kurikulum tersebut dan pengembangannya di belakang hari.
SMA Nahdlatul Wathan Jakarta Mendapat Apresiasi
Ketika SMA Nahdlatul Wathan Jakarta mengajukan diri mengikuti akreditasi, rumusan yang telah dibuat tersebut justeru menjadi poin tersendiri bagi assessor yang mengevaluasi kinerja sekolah tersebut. Dalam manual evaluasi diri yang dibuat oleh Dinas Pendidikan Menengah Tinggi DKI Jakarta disebutkan bahwa mata pelajaran lokal yang diajarkan dalam waktu belajar normal harus memiliki kurikulum. Dan kebetulan mata pelajaran Ke-NW-an di SMA Nahdlatul Wathan Jakarta adalah mata pelajaran muatan lokal. Maka untuk memenuhi tuntutan tim assesor, rumusan pemetaan materi Mata Pelajaran Ke-NW-an tersebut diajukan sebagai kurikulum dengan modifikasi kemasan dan menjadikan buku Visi Kebangsaan Religius sebagai buku pedoman guru.
            Melihat rumusan dan buku pedoman guru tersebut, seorang assessor yang berlatar belakang organisasi Muhammadiyah memberikan apresiasi yang luar biasa. Beliau memberikan pujian atas kesiapan SMA Nahdlatul Wathan menyelenggarakan muatan lokal. Dan aspek-aspek tersebut selanjutnya memberikan poin yang cukup besar dalam akreditasi hingga mengantarkan SMA Nahdlatul Wathan Jakarta memperoleh nilai akreditasi B+, sebuah skor yang cukup bagus mengingat usia sekolah yang baru berumur 3 tahun dengan fasilitas fisik yang belum sempurna saat itu. Dan bahkan dalam perkembangannya terkini tahun 2012, SMA Nahdlatul Wathan Jakarta telah  memperoleh nilai akreditasi A, sebuah skor yang Amat Baik dari BAN Sekolah Provinsi DKI Jakarta.
            Demikian, dan semoga ke depan sejarah akan menunjukkan kontribusi-kontribusi Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Jakarta lainnya yang lebih besar dan lebih bermanfaat. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar