Sabtu, 04 Februari 2012

MDI Nahdlatul Wathan Jakarta Semakin Mempesona Warga Ibu Kota

      Madrasah Diniah Islamiyah (MDI) Nahdlatul Wathan Jakarta pimpinan Ahmad Madani, S.Ag di lingkungan MDI Kecamatan Cakung menunjukkan perkembangan pesat. Kemajuan ini tidak luput dari peran dari pemangku kepentingan, terutama guru dan pimpinannya. Dengan pendekatan baru, sekolah ini mampu mengajarkan Al-Quran kepada siswanya dalam waktu relative singkat bisa membaca Al-Quran dengan Tajwid. Inilah daya pikat sekolah MDI NW tersebut. Jangan membandingkannya, dengan pesantren anak yang memang secara khusus diperuntukkan sebagai sekolah tahfidz ( hafal Qur’an) juga jangan membandingkan dengan pengajaran Al-Quran kepada kelompok dewasa. Para peserta didik di MDI NW Jakarta memulai pembelajarannya sejak usia 4 tahun, dan waktu pembelajaran di sekolah ini pun hanya dilaksanakan setiap sore jam 15.30- 17.30. Artinya masa pendidikannya relative sangat singkat dan menyasar siswa usia dini.  Hal ini dimaksudkan untuk menanamkan ajaran agama Islam yang mendalam, diharapkan akan tertanam dan menjadi karakter khusus yang membentuk jati dirinya kelak, agar terhindar dari informasi yang tidak sesuai. Melihat zaman sekarang ini yang terus berkembang dan syarat dengan berbagai informasi yang kurang mendidik serta dapat mempengaruhi karakter dan pola dalam berfikir seseorang, sehingga hal tersebut di antisipasi sejak dini.

            MDI Nahdlatul Wathan Jakarta pada awalnya adalah Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Informal, namun saat ini telah berubah dan berkembang menjadi lembaga formal di bawah naungan Depatemen Agama. Tak ayal, akibat kemajuan tersebut, perkembangan jumlah siswa terus meningkat. “Kami mulai dari nol untuk membangun semuanya ini, dari tidak punya kelas sampai sekarang alhamdulillah sudah punya kelas sehingga bisa menampung jumlah siswa yang terus meningkat jumlahnya setiap angkatan” tegas Kepada MDI kepada Sinar Lima. Saat ini MDI NW Jakarta telah menggunakan kurikulum yang ditetapkan oleh Depatemen Agama sejak tahun 2006. Awalnya masih menggunakan kurikulum sendiri sebelum munculnya program yang ditawarkan oleh pemerintah. Pada awalnya sebelum menjadi MDI, peserta didik hanya belajar Al-Qur’an. Namun sekarang  setelah adanya program pemerintah yaitu MDI, pelajaran yang dipelajari oleh peserta didik setara dengan pelajaran MI. Jadi tujuan MDI adalah untuk membantu mereka terutama pelajaran Agama  mereka di sekolah formal yang kurang mendapat pelajaran agama. Maka Nahdlatul Wathan menyiapkan lembaga pendidikan Madrasah Diniah Islamiyah yang mana pelajaran mereka khusus pelajaran agama yaitu Bahasa Arab, Sejarah Kebudayaan Islam, Fiqih dan Akhlak.
TPA sebenarnya tidak hilang dan berganti seutuhnya menjadi MDI namun TPA masih menjadi bagian dari MDI tersebut dan diberi mana I’dadiyah atau kelas persiapan. Jadi peserta didik  yang dipersiapkan untuk masuk ke MDI dididik terlebih dahulu di I’dadiyah  kira–kira 2 tahun, baru setelah itu bisa berpindah ke tingkat Madrasah Diniyah. Untuk peserta didik  yang berada di tingkat I’dadiyah mereka diajarkan menghapal surat–surat pendek dan membaca Iqra. Jadi, persyaratan mereka bisa berpindah dari tingkat 1 ke tingkat 2 adalah apabila peserta didik tersebut telah mampu membaca Al-Qur’an, ungkap Ahmad.
Lama belajar peserta didik di MDI NW Jakarta adalah selama 4 tahun. Di kelas persiapan yaitu kelas Idadiyah ada 2 kelas. Untuk kelas 1 A, 1 B Pra MDI, ini yang menjadi persiapan dan jumlah peserta didiknya kurang lebih sekitar seratus orang. Adapun peserta didik MDI  sekarang berjumlah 66 0rang. Disamping itu di MDI telah menggunakan ujian akhir. Ujian akhir  ini diselenggarakan oleh Departemen Agama tahun pelajaran 2009 – 2010. Dengan prestasi yang dimiliki MDI NW Jakarta sehingga dipercaya oleh seluruh MDI yang ada di wilayah Cakung Jakarta Timur sebagai penyelenggara ujian akhir. Dimana pada waktu itu jumlah seluruh siswa sekitar  210 peserta dari seluruh MDI yang ada di Jakarta Timur. MDI NW Jakarta terdapat 4 tingkatan, dimulai dari kelas 1, kelas 2 kelas 3 dan kelas 4. Dikelas 4 inilah yang di adakan ujian akhir sama seperti ujian fomal yang dilakukan lembaga-lembaga pendidikan formal seperti SD, SMP dan SMA, karena bernaung di bawah Departemen Agama.

Sukses karena memberi nilai tambah bagi masyarakat
 
Tingginya minat warga Cakung masuk MDI tidak bisa dipisahkan dari promosi wali murid yang merasakan mendapatkan kepuasan dengan menyekolahkan anaknya di MDI. Tety Muhithoh, salah seorang wali murid mengatakan kepada SInar Lima, bahwa putranya Muhammad Yusuf Akbar dan Dhea Aulia Hanifah kini bisa membaca Al-Quran. “ Kami berutang budi ke sekolah MDI, karena berhasil membuat kedua anak kami bisa membaca AL-Quran dengan Tajwid, dalam waktu singkat. Ini hadiah luar biasa, bagi keluarga Kami” ungkap wali murid yang juga kepala Sekolah MTS Asyiratussyafiiyah Jakarta ini. Prestasi MDI juga terlihat saat tahun 2011 lalu Departemen Agama menyelenggarakan festival dengan tema festifal anak taqwa. Program Departemen Agama ini di kelola oleh KKDT (Kelompok Kerja Diniyah Takmiliyah).   Departemen Agama mengadakan program tersebut setiap tahunnya. MDI NW Jakarta turut berpartisipasi dalam festifal tersebut dan mendapat juara II di bidang Musabaqoh tilawatil Qur’an. Disamping itu ada juga program  manasik haji. MDI NW Jakarta juga berpartisipasi dalam memperoleh tropi dengan jumlah peserta terbanyak.
 “Karena tujuan atau visi dan misi MDI NW Jakarta adalah membentuk insan-insan Qur’ani yang berakhlakul karimah, dengan misi mengajarkan Al-Qur’an  secara aktif dan menyenangkan,” ungkap Ust Muslihan Habib, salah seorang perintis MDI membeberkan motivasi dan rahasia sukses sekolah ini. Lebih lanjut ketua Fodnas dan Kepala SMA ini menjelaskan secara singkat proses belajar di MDI yang berbeda dengan sekolah MDI yang ada di Cakung. “ jadi di TPA Nahdlatul Wathan itu berbeda dengan TPA-TPA lain. Di Nahdlatul Wathan mereka dipadukan antara doa, ikhtiar daam belajar. Adapun program Hizib, itu masuk dalam Ekstra kurikuler yang di laksanakan setiap malam jum’at. Inilah yang membedakan antara MD atau TPA yang lain dengan MD kita (Nahdlatul Wathan)” pungkasnya. ( Yusran: SInar Lima).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar