Senin, 02 Juli 2012

Kenyataan Nahdlatul Wathan Jakarta


Sarana dan prasarana pendidikan disebut educational facilities. Sebutan itu jika diadopsi ke dalam bahasa Indonesia akan menjadi fasilitas pendidikan. Fasilitas pendidikan artinya segala sesuatu (alat dan barang) yang memfasilitasi (memberikan kemudahan) dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Secara umum sarana pendidikan adalah  segala macam alat yang digunakan secara langsung dalam proses pendidikan. Sementara prasarana pendidikan adalah segala macam alat yang tidak secara langsung digunakan dalam proses pendidikan.
Mengenai sarana dan prasarana pendidikan Nahdlatul Wathan di Jakarta, tidak luput dari campur tangan TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid, khususnya dalam pembelian dan pembebasan tahah. Karena tanah adalah salah satu sarana terpenting dalam pembangunan. Tanpa adanya tanah, atau lebih khusus tanah milik sendiri yang tidak membebani di masa yang akan datang dalam menunjang perkembangan proses pendirian dan pengadaan lembaga-lembaga pendidikan yang bernaung di bawah bendera Nahdlatul Wathan.

Dalam hal pembelian tanah ini TGKH Muhammad Suhaidi sebagai pimpinan Yayasan Nahdlatul Wathan di Jakarta selalu mengimformasikan kepada TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid, apabila ada penduduk lokal yang ingin menjual tanahnya. TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid dalam hal ini sangat mendukung atas apa yang di lakukan oleh TGKH Muhammad Suhaidi tersebut. Terbukti dengan apabila TGKH Muhammad Suhaidi menghadap pada TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid di Lombok, dalam membahas pembelian atau pembebasan tanah di Jakarta beliau sangat antusias dengan memberikannya uang sejumlah yang di butuhkan.
Seperti sejarah Nahdlatul Wathan Jakarta yang di tuliskan pada bab sebelumnya, bahwa Nahdlatul Wathan ini diawali dengan majlis taklim dan pengajian anak-anak. Dua hal ini kemudian berkembang dan memaksa TGKH Muhammad Suaidi untuk memperluas wilayahnya dengan cara membeli tanah di sekitar tempat pengajian dan majlis taklim tersebut. Dalam hal ini para jama’ah dan para wali murid berinisiatif untuk membelikan tanah sebagai wadah untuk pengajian dan majlis taklim. Para jama’ah dan para wali muridpun mengumpulkan dana untuk pembelian tanah tersebut, tanah itu berukuran 257 M.[1] Uang yang dikumpulkan para jama’ah dan wali murid tersebut belum cukup untuk melunasi tanah tersebut sehingga TGKH Muhammad Suhaidi pulang ke Lombok untuk memberi informasi pada TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid, beliau berkata “Jama’ah di Jakarta ingin membeli tanah tapi dananya tidak mencukupi” kemudian TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid memberikan uang pada TGKH Muhammad Suhaidi sejumlah kekurangan dari dana yang di kumpulkan oleh para Jama’ah dan wali murid tersebut.
Setelah tanah di beli, saat itulah kemudian terbitlah struktur Surat Keputusan (SK) majlis taklim perwakilan majlis taklim dari Lombok. SK majlis taklim Nahdlatul Wathan untuk Jakarta diterbitkan oleh PBNW Pusat di Lombok. Namun SK tersebut dinilai kurang kuat sehingga para pengurus bermusyawarah agar di tingkatkan menjadi pengurus perwakilah Nahdlatul Wathan di Jakarta. Pada waktu itu TGKH Muhammad Suhaidi menemukan kendala di PBNW Pusat, karena pada waktu itu umur TGKH Muhammad Suhaidi  dan para asatiz lainnya masih terhitung muda, mereka berpendapat bahwa Jakarta adalah Ibukota Negara dan perwakilan Jakarta sejajar dengan PB, sehingga PBNW Pusat sangat berat mengeluarkan SK perwakilan  NW Jakarta. Namus setelah TGKH Muhammad Suhaidi mendiskusikannya dengan TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid, beliaupun langsung mengambil alih dan mengatakan pada PBNW Pusat “Buatkan SK, tidak apa-apa terbitkan saja, seolah-olah beliau mengatakan tidak apa-apa terbitkan saja SK walaupun mereka masih anak-anak.”[2] TGKH Muhammad Suhaidi dan para asatiz di Jakarta diberikan kebebasan asalkan bermanfaat dan dapat memperkenalkan Nahdlatil Wathan.
Dalam proses pembangunan dan pengembangan pendidikan di Jakarta TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid tidak pernah menanyakan apa yang kamu dirikan, namun yang sering beliau tanyakan adalah berapa jumlah tanahmu sekarang. Dan beliau juga sering mengontrol perkembangan pendidikan di Jakarta dengan bertanya, pelajaran apa saja yang di ajarkan di sana. Artinya jiwa dan semangat beliau dalam perkembangan dan pembangunan Nahdlatul Wathan di Jakarta sangat besar. Beliaupun bercita-cita untuk menjadikan Jakarta sebagai generasi Nahdlatul Wathan suatu ketika. Beliau sering mengatakan “Ga cukup kalo tanahmu masih kecil begitu temanmu banyak nanti.[3]
TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid, dalam peranannya yang sangat besar di tunjukkan dalam hal pembelian tanah. Beliau tidak pernah ikut campur dalam urusan membangun dan mendirikan bangunan. Namun beliau senantiasa mendukung atas apapun yang TGKH Muhammad Suhaidi dan para asatis dirikan di Jakarta. Dengan kearifannya beliau juga sering mengatakan dalam bahasa sasak “Mbe jak ampok ne sik mele nurut ite sik dengan ino”.[4] Pernah pada suatu ketika KH Muhammad Suhaidi berdialog dengan TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid, beliau mengatakan ketika membangun Sekolah Dasar (SD) “ Dato’[5] ni SD mau ngecor tapi ndak ada dana, beliau mengatakan itu urusanmu, cari sendiri, saya tugasnya hanya membeli tanah.”
Jadi dapat di simpulkan, apabila di persenkan kira-kira 70 % pembelian tanah di Nahdlatul Wathan Jakarta menggunakan uang TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid dan 30 % nya menggunakan uang jama’ah. Bahkan saking cintanya beliau terhadap kemajuan dan perkembangan Nahdlatul Wathan Jakarta, sempat pada penghujung hayatnya beliau masih menitipkan uang sejumlah 30 Juta pada istrinya Hj Siti Rahmatullah, untuk diberikan pada KH Muhammad Suhaidi. Dan beliaupun sempat berpesan pada istrinya “Besok Suhaidi akan pulang kasi dia uang itu untuk memperluas tananya di Jakarta.”



[1] Dokumen Yayasan Nahdlatul Wathan Jakarta tahun 1997
[2] Wawancara dengan KH Muhammad Suhaidi pada 07 Juni 2011
[3] Wawancara dengan KH Muhammad Suhaidi pada 07 Juni 2011
[4] Dalam Bahasa Indonesia Berarti: Bagaimana agar orang-orang itu mau  mengikuti kita, kita turuti saja keinginan mereka.
[5] Dalam bahasa saak Dato’ adalah panggilan penghormatan bagi sesepuh atau yang di tuakan atau di hormati di Lombok NTB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar