Sarana dan prasarana pendidikan disebut educational facilities. Sebutan itu jika diadopsi ke dalam bahasa Indonesia akan menjadi fasilitas pendidikan. Fasilitas pendidikan artinya segala sesuatu (alat dan barang) yang memfasilitasi (memberikan kemudahan) dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Secara umum sarana pendidikan adalah segala macam alat yang digunakan secara langsung dalam proses pendidikan. Sementara prasarana pendidikan adalah segala macam alat yang tidak secara langsung digunakan dalam proses pendidikan.
Mengenai
sarana dan prasarana pendidikan Nahdlatul Wathan di Jakarta, tidak luput dari
campur tangan TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid, khususnya dalam pembelian
dan pembebasan tahah. Karena tanah adalah salah satu sarana terpenting dalam
pembangunan. Tanpa adanya tanah, atau lebih khusus tanah milik sendiri yang
tidak membebani di masa yang akan datang dalam menunjang perkembangan proses
pendirian dan pengadaan lembaga-lembaga pendidikan yang bernaung di bawah
bendera Nahdlatul Wathan.
Dalam
hal pembelian tanah ini TGKH Muhammad Suhaidi sebagai pimpinan Yayasan
Nahdlatul Wathan di Jakarta selalu mengimformasikan kepada TGKH Muhhammad
Zainuddin Abdul Majid, apabila ada penduduk lokal yang ingin menjual tanahnya.
TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid dalam hal ini sangat mendukung atas apa
yang di lakukan oleh TGKH Muhammad Suhaidi tersebut. Terbukti dengan apabila
TGKH Muhammad Suhaidi menghadap pada TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid di
Lombok, dalam membahas pembelian atau pembebasan tanah di Jakarta beliau sangat
antusias dengan memberikannya uang sejumlah yang di butuhkan.
Seperti
sejarah Nahdlatul Wathan Jakarta yang di tuliskan pada bab sebelumnya, bahwa
Nahdlatul Wathan ini diawali dengan majlis taklim dan pengajian anak-anak. Dua
hal ini kemudian berkembang dan memaksa TGKH Muhammad Suaidi untuk memperluas
wilayahnya dengan cara membeli tanah di sekitar tempat pengajian dan majlis
taklim tersebut. Dalam hal ini para jama’ah dan para wali murid berinisiatif
untuk membelikan tanah sebagai wadah untuk pengajian dan majlis taklim. Para
jama’ah dan para wali muridpun mengumpulkan dana untuk pembelian tanah
tersebut, tanah itu berukuran 257 M.[1]
Uang yang dikumpulkan para jama’ah dan wali murid tersebut belum cukup untuk
melunasi tanah tersebut sehingga TGKH Muhammad Suhaidi pulang ke Lombok untuk
memberi informasi pada TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid, beliau berkata
“Jama’ah di Jakarta ingin membeli tanah tapi dananya tidak mencukupi” kemudian
TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid memberikan uang pada TGKH Muhammad Suhaidi
sejumlah kekurangan dari dana yang di kumpulkan oleh para Jama’ah dan wali
murid tersebut.
Setelah
tanah di beli, saat itulah kemudian terbitlah struktur Surat Keputusan (SK)
majlis taklim perwakilan majlis taklim dari Lombok. SK majlis taklim Nahdlatul
Wathan untuk Jakarta diterbitkan oleh PBNW Pusat di Lombok. Namun SK tersebut
dinilai kurang kuat sehingga para pengurus bermusyawarah agar di tingkatkan
menjadi pengurus perwakilah Nahdlatul Wathan di Jakarta. Pada waktu itu TGKH
Muhammad Suhaidi menemukan kendala di PBNW Pusat, karena pada waktu itu umur
TGKH Muhammad Suhaidi dan para asatiz
lainnya masih terhitung muda, mereka berpendapat bahwa Jakarta adalah Ibukota
Negara dan perwakilan Jakarta sejajar dengan PB, sehingga PBNW Pusat sangat
berat mengeluarkan SK perwakilan NW
Jakarta. Namus setelah TGKH Muhammad Suhaidi mendiskusikannya dengan TGKH
Muhhammad Zainuddin Abdul Majid, beliaupun langsung mengambil alih dan
mengatakan pada PBNW Pusat “Buatkan SK, tidak apa-apa terbitkan saja, seolah-olah
beliau mengatakan tidak apa-apa terbitkan saja SK walaupun mereka masih
anak-anak.”[2]
TGKH Muhammad Suhaidi dan para asatiz di Jakarta diberikan kebebasan asalkan
bermanfaat dan dapat memperkenalkan Nahdlatil Wathan.
Dalam
proses pembangunan dan pengembangan pendidikan di Jakarta TGKH Muhhammad
Zainuddin Abdul Majid tidak pernah menanyakan apa yang kamu dirikan, namun yang
sering beliau tanyakan adalah berapa jumlah tanahmu sekarang. Dan beliau juga
sering mengontrol perkembangan pendidikan di Jakarta dengan bertanya, pelajaran
apa saja yang di ajarkan di sana. Artinya jiwa dan semangat beliau dalam
perkembangan dan pembangunan Nahdlatul Wathan di Jakarta sangat besar.
Beliaupun bercita-cita untuk menjadikan Jakarta sebagai generasi Nahdlatul
Wathan suatu ketika. Beliau sering mengatakan “Ga cukup kalo tanahmu masih
kecil begitu temanmu banyak nanti.[3]
TGKH
Muhhammad Zainuddin Abdul Majid, dalam peranannya yang sangat besar di
tunjukkan dalam hal pembelian tanah. Beliau tidak pernah ikut campur dalam
urusan membangun dan mendirikan bangunan. Namun beliau senantiasa mendukung
atas apapun yang TGKH Muhammad Suhaidi dan para asatis dirikan di Jakarta.
Dengan kearifannya beliau juga sering mengatakan dalam bahasa sasak “Mbe jak
ampok ne sik mele nurut ite sik dengan ino”.[4]
Pernah pada suatu ketika KH Muhammad Suhaidi berdialog dengan TGKH
Muhhammad Zainuddin Abdul Majid, beliau mengatakan ketika membangun Sekolah
Dasar (SD) “ Dato’[5]
ni SD mau ngecor tapi ndak ada dana, beliau mengatakan itu urusanmu, cari sendiri,
saya tugasnya hanya membeli tanah.”
Jadi
dapat di simpulkan, apabila di persenkan kira-kira 70 % pembelian tanah di
Nahdlatul Wathan Jakarta menggunakan uang TGKH Muhhammad Zainuddin Abdul Majid
dan 30 % nya menggunakan uang jama’ah. Bahkan saking cintanya beliau terhadap
kemajuan dan perkembangan Nahdlatul Wathan Jakarta, sempat pada penghujung
hayatnya beliau masih menitipkan uang sejumlah 30 Juta pada istrinya Hj Siti
Rahmatullah, untuk diberikan pada KH Muhammad Suhaidi. Dan beliaupun sempat
berpesan pada istrinya “Besok Suhaidi akan pulang kasi dia uang itu untuk
memperluas tananya di Jakarta.”
[1] Dokumen
Yayasan Nahdlatul Wathan Jakarta tahun 1997
[2]
Wawancara
dengan KH Muhammad Suhaidi pada 07 Juni 2011
[3]
Wawancara
dengan KH Muhammad Suhaidi pada 07 Juni 2011
[4]
Dalam Bahasa
Indonesia Berarti: Bagaimana agar orang-orang itu mau mengikuti kita, kita turuti saja keinginan
mereka.
[5]
Dalam bahasa
saak Dato’ adalah panggilan penghormatan bagi sesepuh atau yang di tuakan atau
di hormati di Lombok NTB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar